Inovasi yang dilakukan manusia (Homo sapiens) pada zaman dulu berlangsung dengan sangat lambat. Butuh ribuan bahkan puluhan ribu tahun untuk memperbaharui berbagai cara, metode, dan alat yang digunakan dalam berinteraksi dengan alam maupun dengan sesamanya. Hal tersebut sangat berbeda dengan inovasi yang terjadi pada era revolusi industri yang masih berlangsung hingga sekarang ini. Inovasi pada era sekarang terjadi secara lebih cepat dan dramatis dibandingkan era-era sebelumnya. Tidak perlu hitungan ribuan, ratusan atau puluhan tahun, inovasi dapat dilakukan dalam hitungan tahun, bulan, minggu, bahkan hari.
Secara umum, inovasi di bidang teknologi telah mengubah dunia industri dengan sangat cepat. Teknologi-teknologi canggih saat ini seperti kecerdasan buatan (artifisial intelligence), robotik, internet untuk segalanya (internet of things), penyimpanan berbasis awan (cloud), big data, virtual reality, dan teknologi lainnya telah membuat industri mengalami digitalisasi dan otomasi sehingga dapat menghilangkan ketergantungan kepada tenaga kerja manusia. Dengan begitu, proses industrialisasi menjadi jauh lebih efektif dan efisien. Perubahan dunia industri secara drastis inilah yang kemudian disebut dengan istilah Revolusi Industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).
Di era Revolusi Industri 4.0 ini, setiap tahun berbagai perusahaan raksasa mengeluarkan produk-produk baru yang inovatif. Di bidang elektronik, misalnya, setiap tahun produk baru telepon pintar (smarphone) diperkenalkan kepada konsumen. Produk baru ini memiliki kinerja yang lebih baik, entah itu kecepatan memproses datanya yang semakin cepat, ruang penyimpanannya yang makin besar, hasil jepretan kameranya yang makin tajam, atau layarnya yang semakin jernih. Harganya pun kadang memang meningkat. Tapi itu sebanding dengan investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas produknya. Persaingan antar merk terjadi baik pada kinerjanya maupun harganya. Inovasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau untuk menurunkan biaya produksi agar produk yang ditawarkan menjadi lebih murah sehingga harganya dapat bersaing. Perusahaan yang tidak mampu atau gagal melakukan inovasi secara tepat, dapat mengalami kekalahan dalam persaingan. Produknya tidak laku terjual di pasaran. Kalaupun terjual, penjualannya tidak sesuai dengan perkiraan sehingga mendatangkan kerugian.
Inovasi di bidang teknologi bukan hanya terjadi pada perangkat keras seperti telepon pintar, komputer pribadi (personal computer), atau kendaraan bermotor, melainkan juga pada perangkat lunaknya berupa berbagai macam aplikasi komputer. Aplikasi-aplikasi yang ditanamkan di komputer pribadi atau telepon pintar berinovasi jauh lebih cepat. Dalam hitungan bulan, bermunculan aplikasi-aplikasi baru. Aplikasi yang sudah ada pun terus diperbaharui beberapa kali dalam hitungan minggu atau bulan. Inovasi ini dilakukan untuk terus menerus meningkatkan layanan. Persaingan memperebutkan pasar juga berkaitan dengan tingkat layanan ini. Perusahaan atau produk yang memberikan layanan terbaik akan memenangkan persaingan. Sebaliknya perusahaan atau produk yang layanannya buruk akan ditinggalkan konsumen yang kemudian beralih ke perusahaan atau produk yang memberikan layanan yang lebih baik.
Tuntutan untuk terus melakukan inovasi secara terus menerus membuat kegiatan ekonomi digerakkan oleh kreativitas manusia. Karena pentingnya kreativitas dalam aktivitas ekonomi, maka era sekarang ini disebut juga sebagai era ekonomi kreatif. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh John Howkins dalam bukunya Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Howkins (2001) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai penciptaan nilai sebagai hasil dari ide-ide. Kemampuan berinovasi menjadi salah satu syarat mutlak untuk menghasilkan ide-ide dalam menghadapi era ekonomi kreatif. Ide-ide kreatif inilah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta aktivitas ekonomi baru.