Sebagaimana inovasi yang dilakukan di banyak bidang lain, kegiatan inovasi pembelajaran juga dapat dilakukan melalui penelitian dan pengembangan (research and development). Jenis penelitian ini sudah menjadi metode baku untuk menghasilkan produk-produk inovatif. Penelitian dan pengembangan memang diorientasikan untuk mengembangkan produk-produk yang sifatnya inovatif di berbagai bidang, baik yang berupa perangkat keras seperti alat-alat elektronik atau alat-alat transportasi, maupun yang berupa perangkat lunak seperti aplikasi komputer, model pemberdayaan masyarakat, hingga model-model pembelajaran di dunia pendidikan.
Paling tidak ada lima tahap utama penelitian dan pengembangan untuk melaksanakan inovasi pembelajaran. Kelimanya adalah analisis kebutuhan, perancangan produk, pengembangan produk, evaluasi produk, dan diseminasi produk. Bab ini akan menguraikan kelima tahap tersebut secara detil beserta contoh penerapannya dalam mengembangkan produk teknologi pembelajaran yang inovatif.
Pengembangan inovasi pembelajaran sebaiknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan, bukan hanya kebutuhan saat ini melainkan juga kebutuhan di masa yang akan datang. Kebutuhan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus ada atau tersedia untuk memastikan suatu proses tetap berlangsung dengan baik. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik kalau semua hal yang dibutuhkan untuk menjalankan proses tersebut tersedia. Semua yang dibutuhkan itu tidak cukup tersedia saja, melainkan juga berkualitas. Pembelajaran salah satunya membutuhkan bahan ajar. Tapi ketersediaan bahan ajar saja tidak cukup. Bahan ajar yang tersedia itu juga harus berkualitas untuk memastikan proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan efektif. Itu berarti bahwa bahan ajar yang berkualitas merupakan salah satu kebutuhan pembelajaran.
Analisis kebutuhan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan produk inovasi pembelajaran. Analisis kebutuhan adalah kegiatan mengidentifikasi komponen pembelajaran mana yang perlu diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan, ditambah, serta dimunculkan agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui produk inovasi pembelajaran seperti apa yang perlu dikembangkan. Analisis kebutuhan juga dilakukan untuk mengetahui aspek apa saja yang perlu ditingkatkan pada pembelajaran agar selalu relevan dengan tuntutan dan tantangan zaman yang terus berubah.
Pelaksanaan analisis kebutuhan paling tidak dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Seperti apa tuntutan dan tantangan pendidikan khususnya proses belajar dan pembelajaran saat ini dan di masa yang akan datang?
2. Seperti apa teknologi pembelajaran yang sudah tersedia saat ini?
3. Apakah teknologi pembelajaran yang tersedia itu sudah memadai untuk mengatasi tuntutan dan tantangan pembelajaran di masa sekarang dan di masa yang akan datang?
4. Kalau belum memadai, seperti apa kesenjangan antara teknologi pembelajaran yang tersedia dengan tuntutan atau tantangan tersebut?
5. Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kesenjangan itu?
6. Teknologi pembelajaran seperti apa yang dapat menutupi kesenjangan itu?
7. Seperti apa bentuk inovasi pembelajaran sebagai teknologi yang dapat mengisi kesenjangan itu?
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, analisis kebutuhan paling tidak meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. menganalisis dan mendeskripsikan tuntutan dan tantangan perkembangan zaman saat ini dan di masa yang akan datang;
2. menganalisis dan mendeskripsikan teknologi pembelajaran yang sudah tersedia di saat ini;
3. mengidentifikasi kesesuaian antara teknologi pembelajaran yang ada dengan tuntutan dan tantangan perkembangan zaman di masa sekarang dan di masa yang akan datang;
4. mengidentifikasi dan menginventarisir kesenjangan-kesenjangan yang masih terjadi antara teknologi pembelajaran yang telah tersedia dengan tuntutan dan tantangan zaman;
5. mengajukan dan merumuskan solusi-solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut; serta
6. memilah, memilih, menentukan, dan menetapkan bentuk inovasi pembelajaran yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Kegiatan-kegiatan di atas dapat dilakukan melalui berbagai metode. Informasi yang dibutuhkan dapat dikumpulkan melalui studi literatur. Studi semacam ini diperlukan terutama untuk mengetahui seperti apa perkembangan segala bidang kehidupan. Studi literatur juga dapat dilakukan untuk mengetahui seperti apa kira-kira tuntutan dan tantangan pembelajaran baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Metode pengumpulan informasi lainnya adalah analisis kebijakan. Pemerintah seringkali mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru termasuk di bidang pendidikan. Kebijakan pemerintah biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Peraturan pemerintah di bidang pendidikan dapat berubah dalam selang waktu tertentu. Misalnya peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan sudah berubah beberapa kali. bidang pendidikan misalnya . Perubahan peraturan pemerintah tersebut biasanya diikuti dengan perubahan peraturan di bawahnya seperti peraturan menteri pendidikan. Setiap kali terbit peraturan baru, biasanya muncul juga tuntutan dan tantangan baru termasuk yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Analisis kebijakan penting dilakukan untuk mengidentifikasi tuntutan-tuntutan dan tantangan-tantangan baru yang termuat dalam kebijakan-kebijakan baru yang berlaku. Informasi tentang tuntutan dan tantangan baru tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk analisis kebutuhan inovasi pembelajaran.
Selain metode di atas, analisis kebutuhan juga dapat dilakukan dengan melakukan penelitian pendahuluan. Penelitian ini dapat berupa survey terhadap semua pihak terkait. Penentuan populasi dan sampel responden survey bergantung dengan ruang lingkup inovasi pembelajaran yang akan dilakukan, apakah hanya level kabupaten, provinsi, nasional, atau mungkin internasional. Semakin luas populasi yang dituju, semakin besar sumber daya yang dibutuhkan. Namun, produk inovasi pembelajarannya nanti akan bermanfaat bagi lebih banyak pihak.
Berbagai informasi yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk menentukan seperti apa bentuk produk inovasi pembelajaran yang akan diteliti dan dikembangkan. Metode yang sangat tepat untuk kegiatan analisis lebih lanjut tersebut adalah metode analisis SWOT (Strenghtness, Weakness, Opportunity, and Threat). Persilangan antara kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman memunculkan empat qudrant (lihat Gambar 8.2). Masing-masing quadrant itu dapat memunculkan suatu strategi penyelesaian masalah. Strategi tersebut dapat ditindaklanjuti menjadi produk inovasi pembelajaran.
Setelah bentuk inovasi pembelajaran yang akan dikembangkan diputuskan dan ditetapkan, tahap selanjutnya adalah perancangan produk. Perancangan sangat penting dilakukan agar kegiatan pengembangan produk dapat berjalan lancar tanpa hambatan berarti serta produk yang dihasilkan nanti bermanfaat dan berfungsi dengan baik. Kegiatan pengembangan produk inovasi pembelajaran selalu memerlukan sumber daya, baik berupa waktu, tenaga, pikiran, alat, bahan, dan biaya. Agar sumber daya itu tidak terbuang sia-sia, produk inovasi pembelajaran harus dirancang sebaik mungkin sehingga produk tersebut dapat berfungsi sesuai dengan harapan.
Kegiatan perancangan umunya masih berupa rencana di atas kertas. Hal-hal yang harus dirancang dan direncanakan adalah bentuk produk yang akan dikembangkan, manfaat dan fungsi produk tersebut, prosedur pengembangannya, serta sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkannya. Semakin rinci dan lengkap rancangan produknya, semakin mudah rancangan itu dieksekusi menjadi produk nyata. Semakin lengkap dan sistematis prosedurnya, semakin lancar pula proses pengembangannya nanti. Semakin jelas rincian sumber daya yang dibutuhkan, semakin besar kemungkinan kegiatan pengembangan itu dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Hasil analisis kebutuhan pada tahap sebelumnya sangat penting untuk menentukan bentuk rancangan produk inovasi pembelajaran. Pada bab 3 telah dikenalkan bentuk-bentuk produk inovasi pembelajaran. Produk inovasi pembelajaran dapat berupa aktivitas pembelajaran, sumber belajar, atau komponen pendukung proses pembelajaran. Masing-masing komponen pembelajaran tersebut memiliki bagian-bagiannya lagi.
Bentuk produk inovasi pembelajaran yang akan dikembangkan harus dirancang sejelas, selengkap, dan sedetil mungkin. Spesifikasi produk tersebut juga harus jelas. Rancangan yang detil dan jelas dapat membantu dalam memikirkan aspek lain terkait pengembangan produk tersebut nantinya, misalnya alat dan bahan yang dibutuhkan, langkah-langkah pengembangannya, durasi waktu pengembangannya, serta biaya yang dibutuhkan selama proses pengembangan sampai menjadi produk inovasi pembelajaran yang operasional.
Perancangan Bentuk Aktivitas Pembelajaran
Aktivitas pembelajaran merupakan proses interaksi antara tiga komponen utama pembelajaran yaitu para pengajar, para pembelajar, dan sumber belajar. Seperti yang sudah diuraikan pada bab 3, inovasi produk aktivitas pembelajaran dapat berupa model, metode, atau teknik pembelajaran. Kebaruan pada produk aktivitas pembelajaran tentu berupa interaksi antara ketiga komponen pembelajaran. Interaksi itu tentu dapat berupa berbagai bentuk.
Sebuah model pembelajaran harus memuat tahapan-tahapan pembelajaran yang logis dan sistematis. Kegiatan perancangan model pembelajaran merupakan kegiatan menentukan tahapan-tahapan pembelajaran tersebut. Hal yang harus dipikirkan tentu tahapan pembelajarannya apa saja serta bagaimana urutannya. Tahapan di dalam sebuah model pembelajaran tentu jangan terlalu banyak karena akan menyulitkan dalam penerapannya nanti. Namun, tahapan-tahapan itu juga tidak bisa terlalu sedikit karena kemungkinan menjadi tidak lengkap serta akan menyulitkan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Rancangan model pembelajaran dikatakan inovatif kalau memiliki kebaruan dan berbeda dengan model pembelajaran yang sudah baku. Kebaruan yang dimunculkan tentu bukan sekedar baru, melainkan harus masuk akal dengan didukung oleh teori-teori atau hasil penelitian yang relevan. Oleh karena itu, dalam merancang sebuah model pembelajaran, harus berpijak pada analisis model-model pembelajaran yang sudah ada. Jangan sampai model yang dikembangkan sekedar meniru atau menyalin model pembelajaran yang sudah dikembangkan sebelumnya.
Seting suasana dan prasyarat untuk menjalankan tahapan dalam model pembelajaran juga harus dipikirkan ketika merancang model pembelajaran inovatif. Seting suasana ini misalnya adanya kerjasama dalam kelompok kecil untuk pembelajaran kooperatif. Pada model pembelajaran penemuan, ada seting suasana pengamatan lingkungan alami atau eksperimen. Sementara itu, prasyarat pembelajaran adalah segala sesuatu yang harus ada agar tahap-tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Prasyarat ini juga harus diidentifikasi ketika mengembangkan suatu model pembelajaran.
Perancangan metode dan teknik pembelajaran tentu lebih sederhana dibandingkan dengan perancangan model pembelajaran. Metode dan teknik pembelajaran tidak memiliki tahap-tahap khusus seperti pada model pembelajaran. Metode pembelajaran dapat berupa satu aktivitas saja yang langsung selesai. Metode ceramah hanya berupa aktivitas guru menyajikan informasi. Sementara metode diskusi berupa aktivitas beberapa siswa membahas suatu topik atau permasalahan. Teknik pembelajaran tentu lebih sederhana dan lebih spesifik dibandingkan metode pembelajaran. Teknik pembelajaran merupakan bentuk penerapan metode pembelajaran yang lebih spesifik. Misalnya, metode ceramah dapat diterapkan dengan menggunakan teknik stand-up (berdiri di depan audien). Teknik-teknik dalam menerapkan metode pembelajaran tentu masih dapat terus dikembangkan.
Perancangan Bentuk Sumber Belajar
Produk inovasi pembelajaran dapat berupa sumber belajar. Kegiatan inovasi dapat dilakukan pada satu atau semua aspek yang ada di dalam sumber belajar, seperti isinya, jenisnya, urutan penyajiannya, atau cara mengorganisasikannya. Perancangan produk inovasi pembelajaran yang berupa sumber belajar dilakukan pada semua aspek tersebut. Pada tahap perancangan ini, kegiatan yang dilakukan terutama berupa penentuan apa saja materi pelajarannya, seperti apa jenis sumber belajarnya, bagaimana urutan penyajiannya, serta bagaimana cara mengorganisasikan semua topik-topiknya.
Sumber belajar berisi materi pelajaran yang harus dipelajari oleh para pembelajar. Materi pelajaran dapat dikemas untuk satu kali pembelajaran, satu minggu, satu bulan, satu semester, atau bahkan satu tahun pelajaran. Materi pelajaran dapat berdiri sendiri per mata pelajaran atau terintegrasi ke dalam tema-tema sehingga membentuk materi pelajaran tematik.
Hal yang harus dipikirkan pertama kali ketika merancang produk inovasi berupa sumber belajar adalah ruang lingkup materi pelajarannya. Ruang lingkup ini meliputi keluasan materi dan kedalamannya. Keluasan materi pelajaran berkaitan dengan sebera banyak dan seberapa jauh kandungan materi pelajaran tersebut. Sementara kedalaman materi pelajaran berkaitan dengan seberapa detil dan rinci materi pelajaran yang akan disajikan. Makin rinci berarti makin mendalam. Pada materi pelajaran biologi, materi pelajaran dikatakan mendalam ketika menyajikan informasi sampai tingkat seluler bahkan mungkin tingkat molekuler.
Setelah ruang lingkup materi pelajaran telah ditetapkan, kegiatan berikutnya yang harus dipikirkan adalah apa saja butir-butir yang terkandung di dalam materi pelajaran tersebut. Kegiatan menentukan butir-butir materi pelajaran ini dapat merujuk kepada referensi bidang ilmu masing-masing. Urutan butir-butir itu juga harus dipikirkan dan diputuskan apakah secara deduktif atau induktif. Butir-butir dan urutannya tersebut kemudian disajikan dalam bentuk outline.
Perancangan sumber belajar juga meliputi kegiatan penentuan cara mengorganisasikan materi pelajaran. Paling tidak topik-topik yang ada di dalam sumber belajar dapat diorganisasikan secara serial, paralel, atau sirkular, atau kombinasi ketiganya. Pada waktu perancangan ini, pengorganisasian seperti apa yang akan digunakan harus diputuskan.
Hal lain yang harus dipikirkan ketika merancang inovasi sumber belajar adalah tentang bentuk penyajian sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat disajikan dalam bentuk tulisan, gambar, suara, atau video. Untuk sumber belajar berbentuk tulisan, kegiatan yang harus dipikirkan adalah menentukan jenis huruf, ukuran huruf, spasi tulisan, ukuran, dan lain sebagainya. Semua aspek itu harus disesuaikan dengan kondisi psikologis sasaran sumber belajar tersebut. Pilihan huruf dan ukuran kertas ntuk anak sekolah dasar tentu berbeda dengan anak SMP, SMA, atau perguruan tinggi.
Untuk sumber belajar berbentuk tulisan yang dilengkapi gambar, kegiatan yang harus dipikirkan terutama seperti apa gambar yang akan disajikan, apakah gambar asli, gambar sketsa, gambar kartun, dan lain-lain. Penentuan jenis gambar yang akan digunakan disesuaikan dengan sasaran sumber belajar tersebut. Apabila sasarannya berupa siswa SD, gambar kartun tentu lebih cocok digunakan. Namun apabila sasarannya berupa mahasiswa strata satu, gambar asli tentu lebih tepat untuk digunakan.
Untuk sumber belajar berupa gambar yang dilengkapi tulisan (misalnya komik), kegiatan yang harus dipikirkan adalah seperti apa kombinasi tulisan dan gambar tersebut, bagian mana saja yang akan dilengkapi gambar, di bagian mana gambar akan disajikan, seperti apa gambar yang akan disajikan, dan lain sebagainya. Penentuan itu semua tentu harus berdasarkan teori yang relevan.
Untuk sumber belajar yang berupa suara, kegiatan yang harus dipikirkan meliputi pemilihan suara perempuan atau suara laki-laki, kecepatan suara, intonasi suara, dan lain sebagainya. Untuk sumber belajar berbentuk video (kombinasi gambar bergerak dengan suara), kegiatan yang harus dilakukan adalah merancang seperti apa video yang akan dibuat. Apakah menggunakan video objek asli, video animasi, atau perpaduan keduanya.
Perancangan Bentuk Komponen Pendukung Pembelajaran
Komponen pendukung pembelajaran dapat berupa media atau lingkungan pembelajaran. Perancangan bentuk media pembelajaran meliputi penentuan sifat, jenis, serta tampilan media yang akan dikembangkan. Media pembelajaran dapat bersifat konkret, semi konkret, atau abstrak. Media dapat berupa media visual, audio, atau audiovisual. Tampilan media terkait dengan sifat dan jenis media tersebut. Pada waktu perancangan, sifat dan jenis media harus dipilah, dipilih, dan diputuskan terlebih dahulu. Setelah itu barulah media yang sudah diputuskan ditindaklanjuti dengan merancang tampilannya seperti apa.
Hal yang harus diperhatikan ketika merancang media pembelajaran adalah karakteristik sasaran inovasi. Media pembelajaran untuk anak SD tentu berbeda dengan media pembelajaran untuk mahasiswa perguruan tinggi. Media pembelajaran untuk anak SD lebih tepat kalau bersifat konkret atau semi konkret. Sementara media untuk mahasiswa tidak terlalu bermasalah kalau berupa media yang bersifat abstrak. Media untuk siswa SD sebaiknya melibatkan semua panca indera misalnya berupa audiovisual. Sementara media untuk mahasiswa masih memungkinkan kalau berupa visual saja atau audio saja.
Lingkungan pembelajaran meliputi segala hal yang ada di sekitar. Segala sesuatu yang ada di sekitar para pembelajar ketika mereka sedang mengikuti proses pembelajaran dapat digolongkan sebagai lingkungan pembelajaran. Lingkungan pembelajaran dapat bersifat alami maupun buatan. Untuk lingkungan alami, tentu tidak perlu dirancang, melainkan hanya dipilih saja mana lingkungan yang tepat untuk pembelajaran, lalu dimanfaatkan selama proses pembelajaran. Namun, untuk lingkungan buatan perlu dirancang dan dikembangkan terlebih dahulu agar dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran.
Teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (VR) contoh lingkungan pembelajaran buatan. Perancangan produk inovasi berupa kedua teknologi ini tentu memerlukan upaya yang cukup besar mengingat teknologi ini sangat canggih yang membutuhkan perangkat canggih pula untuk membuatnya. Perancangan lingkungan pembelajaran yang melibatkan kedua teknologi ini tentu harus melibatkan ahli di bidang TIK atau ilmu komputer. Kedua teknologi itu merupakan bentuk aplikasi dari ilmu komputer. Untuk merancangnya, perlu kolaborasi antara ahli di bidang pembelajaran dengan ahli ilmu komputer.
Agar kegiatan pengembangan produk inovasi pembelajaran dapat berjalan lancar, inovator juga harus memikirkan tentang prosedur pengembangan produk tersebut. Prosedur pengembangan berisi langkah-langkah serta alat dan bahan yang dibutuhkan untuk mengubah rancangan yang sudah dibuat (biasanya masih di atas kertas) menjadi produk nyata. Misalnya, kalau produk yang ingin dikembangkan berupa media pembelajaran berbasis teknologi augmented reality (AR), maka prosedur pembuatan media pembelajaran tersebut harus direncanakan pula. Prosedur tersebut meliputi alat dan bahan yang dibutuhkan serta langkah-langkah menggunakan alat dan bahan (terutama aplikasi komputer) untuk membuat media AR tersebut.
Prosedur pengembangan produk dapat mengadopsi dari prosedur yang telah dikembangkan atau dilakukan pihak lain. Studi literatur dapat dijadikan metode untuk menemukan prosedur lain yang mirip dengan prosedur yang akan digunakan. Seorang pengembang produk inovasi pembelajaran dapat mencari rujukan berupa hasil penelitian dan pengembangan sebelumnya yang telah dilakukan orang lain. Prosedur itulah yang dapat ditiru, diadopsi, atau dimodifikasi agar sesuai dengan pengembangan produk yang akan dilakukan.
Seandainya belum ada prosedur yang memiliki kemiripan, alternatif terakhir adalah si pengembang harus mengembangkan prosedur sendiri. Tentu saja perancangan dan pengembangan prosedur sendiri lebih berat dibandingkan dengan meniru atau mengadopsi prosedur yang sudah ada. Tingkat kesulitan pengembangan prosedur ini bergantung dengan bentuk produk inovasi pembelajaran yang mau dikembangkan.
Prosedur pengembangan harus dipikirkan sedetil dan selengkap mungkin untuk memudahkan pelaksanaan pengembangan pada tahap berikutnya. Setiap prosedur mengandung langkah-langkah kegiatan. Langkah-langkah tersebut harus diuraikan secara rinci dan lengkap. Kelengkapannya harus diperiksa agar tidak membingungkan ketika diterapkan. Apabila ada langkah yang belum lengkap, maka harus dipikirkan kembali langkah yang dapat menjadi pelengkap. Urutan langkah-langkah tersebut juga harus diperiksa, apakah masuk akal atau tidak. Kalau belum berurutan, berarti harus diurutkan kembali.
Prosedur pengembangan juga dibutuhkan untuk menghitung estimasi sumber daya yang dibutuhkan. Setiap langkah dalam prosedur harus diperkirakan durasi waktu untuk melaksanakannya. Setiap langkah juga harus mengandung informasi tentang alat, bahan, sarana, serta prasarana yang digunakan. Jika alat, bahan, sarana, dan prasarana tersaji jelas dalam keseluruhan prosedur, maka biaya pengembangan produk itu dapat dihitung dan diperkirakan secara akurat. Dengan begitu, kelayakan pengembangan suatu produk sudah dapat ditentukan dari awal. Tingkat keberhasilannya pun juga dapat diprediksi. Apabila sumber daya yang tersedia mendukung pelaksanaan prosedur pengembangan produk itu, maka kemungkinan besar pengembangannya dapat berhasil.
Pada tahap perancangan juga harus dipikirkan tentang sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk inovasi pembelajaran. Sumber daya ini terutama berupa waktu pengembangan, sumber daya manusia (SDM) yang terlibat, alat dan bahan yang digunakan, serta biaya yang dibutuhkan. Seorang inovator pengembang produk inovasi pembelajaran harus memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk inovasi pembelajaran dari awal perancangan sampai dengan menjadi produk nyata yang siap digunakan di lapangan. Rincian tentang rancangan bentuk produk yang telah dilakukan sebelumnya sangat membantu untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkannya menjadi produk jadi yang valid dan siap digunakan di lapangan. Estimasi waktu ini nantinya bermanfaat untuk memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk pengembangannya.
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat produk harus juga dipikirkan pada tahap perancangan. Misalnya, untuk membuat media pembelajaran berbasis teknologi augmented reality (AR), tentu dibutuhkan alat dan bahan khusus seperti komputer pribadi, ponsel, tablet, aplikasi pengembang teknologi AR,
Pada tahap perancangan juga harus dipikirkan tentang pihak-pihak yang akan terlibat dalam mengembangkan produk inovasi pembelajaran nantinya. Pihak yang terlibat ini dapat berupa ahli bidang tertentu yang terkait erat dengan produk inovasi pembelajaran. Misalnya kalau produk inovasi pembelajarannya berupa media pembelajaran berbasis aplikasi komputer. Berarti pihak yang dilibatkan adalah pakar ilmu komputer. Pakar tersebut dibutuhkan keahliannya ketika merancang dan mengembangkan produk. Setelah produknya jadi, pakar tersebut juga dibutuhkan untuk memvalidasi produk tersebut.
Perancangan produk juga harus memikirkan tentang biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk tersebut. Pada tahap perancangan harus dilakukan estimasi tentang biaya yang harus dikeluarkan agar dapat menghasilkan produk inovatif. Estimasi biaya dilakukan berdasarkan waktu, alat dan bahan, serta pihak-pihak yang terlibat selama pengembangan produk inovasi pembelajaran. Estimasi biaya ini penting dilakukan agar pada saat memasuki tahap pengembangan, tidak terjadi kemandekan di tengah jalan yang disebabkan kekurangan biaya. Apapun bentuk produk inovasi pembelajaran yang dikembangkan, pasti membutuhkan biaya. Hanya saja biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu produk dapat berbeda dengan produk lainnya. Ada produk inovasi yang berbiaya mahal. Ada pula produk inovasi yang berbiaya murah.
Setelah diketahui seberapa besar biaya yang dibutuhkan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap sumber dan ketersediaan biaya. Sumber biaya bisa dari diri sendiri (mandiri), atau dari pihak ketiga. Kalau diri sendiri tidak mampu membiayai pengembangan produk tersebut, maka dapat diupayakan untuk melibatkan pihak ketiga. Seorang inovator bisa mengajukan proposal kepada pihak ketiga untuk dapat membiayai pengembangan produk tersebut. Agar proposal tersebut diterima dan pihak ketiga bersedia membiayai, rancangan produk harus disajikan secara lengkap dan sebaik mungkin. Kebermanfaatan produk tersebut harus diuraikan secara detil. Keunggulan dan kelebihan produk tersebut dibandingkan produk lain yang sejenis atau mirip harus ditampakkan dengan jelas. Pengembangan produk itu pun masih masuk akal dan layak.
Apabila rancangan produk telah lengkap serta sumber daya yang dibutuhkan telah tersedia, maka rancangan tersebut dapat dieksekusi menjadi produk. Taha pengembangan ini merupakan tahap mengeksekusi rancangan dan rencana yang telah dibuat sebelumnya agar menjadi produk nyata. Kegiatan pengembangan ini tentu bergantung dengan bentuk inovasi pmbelajaran yang ingin dibuat. Kegiatan pengembangan produk yang berupa aktivitas pembelajaran tentu berbeda dengan kegiatan pengembangan produk yang berupa sumber belajar.
Produk aktivitas pembelajaran berupa model, metode, atau teknik pembelajaran. Pengembangan produk model pembelajaran diawali dengan kegiatan mendeskripsikan secara rinci dan jelas setiap tahap yang ada di dalam model pembelajaran. Isi deskripsinya berupa aktivitas yang dilakukan oleh para pengajar serta aktivitas yang dilakukan oleh para pembelajar. Kegiatan berikutnya adalah pengembangan prosedur pelaksanaan model pembelajaran tersebut. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan pendeskripsian secara rinci dan jelas tentang seting suasana dan prasyarat penerapan model pembelajaran.
Pengembangan metode dan teknik pembelajaran juga berupa pendeskripsian aktivitas pembelajaran di dalam metode atau teknik itu. Deskripsi ini berupa aktivitas yang dilakukan oleh para pengajar dan aktivitas yang dilakukan oleh para pembelajar. Deskripsi juga berisi tentang informasi seperti apa interaksi diantara keduanya. Deskripsi sebaiknya juga dilengkapi dengan alat dan bahan yang digunakan selama penerapan metode dan teknik tersebut.
Sumber belajar dapat berupa barang cetak dan sumber digital. suara, serta video. diawali dengan pembuatan outline. Butir-butir di dalam outline kemudian diuraikan dalam berbagai bentuk sajian sesuai dengan rancangan yang telah dibuat sebelumnya. Apabila bentuk sajian yang direncanakan adalah tulisan, maka butir-butir outline diuraikan dalam bentuk paragraf-paragraf. Kalau sumber belajar tersebut dikombinasikan dengan gambar, berarti harus disediakan gambar yang sesuai untuk memperjelas uraian tulisan. Sementara kalau bentuk sajiannya berupa gambar, maka butir-butir outline dikembangkan menjadi gambar.
Apabila bentuk sajian berupa suara, maka kegiatan pengembangannya berupa perekaman suara, pengeditan, dan penyajiannya menjadi sumber belajar. Isi rekaman adalah uraian tentang butir-butir yang telah dibuat dalam bentuk outline. Perekaman suara dapat memanfaatkan berbagai macam perangkat, baik perangkat khusus perekam suara maupun perangkat lain yang tersedia menu perekaman di dalamnya seperti ponsel atau tablet. Saat ini sudah tersedia banyak sekali aplikasi pengeditan suara. Rekaman suara yang sudah dipersiapkan dapat dipotong, digabung, disisipkan, diubah formatnya dengan berbagai macam aplikasi tersebut. Hasil pengeditan inilah yang menjadi produk akhir sumber belajarnya.
Kegiatan yang dilakukan untuk sumber belajar yang disajikan dalam bentuk video adalah pengambilan video, pengumpulan video lain yang relevan, dan pengeditan video-video tersebut. Sama seperti sumber belajar suara, pengambilan video dapat menggunakan kamera khusus rekaman maupun kamera yang tersedia di berbagai macam gawai seperti ponsel atau tablet. Video-video yang relevan dengan sumber belajar yang akan dikembangkan juga dapat diperoleh di berbagai media sosial seperti Youtube.Video yang telah diambil dan dikumpulkan kemudian diedit dengan cara dipotong, digabung, disisipkan, diperkecil resolusinya, diubah formatnya, dan lain sebagainya. Hasil pengeditan inilah yang merupakan produk hasil pengembangan sumber belajar.
Hasil pengembangan berbagai sumber belajar di atas dapat berupa sumber cetak atau sumber digital. Sumber cetak dapat berupa buku-buku cetak baik yang berupa buku referensi, monograf, bahan ajar, modul, diktat, pedoman praktikum, lembar kerja, atau sumber belajar bentuk lainnya. Sementar sumber digital juga bevariasi, misalnya e-book (misalnya format pdf), aplikasi sumber ajar, file suara, file video, serta situs web (website).
Komponen pendukung pembelajaran dapat berupa media pembelajaran dan seting lingkungan pembelajaran. Pengembangan keduanya merupakan kegiatan mengubah rancangan di atas kertas menjadi produk nyata. Untuk melakukan itu, semua sumber daya yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan prosedur pengembangan yang juga telah dirancang sebelumnya. Apabila prosedur tersebut memang lengkap dan tepat, pengembangan dapat menghasilkan produk yang sesuai rancangan, baik berupa media pembelajaran maupun lingkungan pembelajaran. Produk yang berhasil dikembangkan siap untuk diujicoba untuk mengetahui ketercapaian kriteria penilaian.
Pada tahap ini, kualitas produk yang telah dikembangkan diperiksa dan diuji sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut meliputi kesederhanaan, kemudahan penggunaan, efektivitas, fleksibilitas, dan efisiensi. Kegiatan evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi secara teoritis dan evaluasi praktis. Evaluasi teoritis berupa kegiatan membandingkan produk inovasi pembelajaran dengan teori yang mendasarinya. Apakah produk tersebut sudah sesuai dengan teori yang relevan. Evaluasi teoritis dapat dilakukan oleh ahli yang berkompeten dan relevan dengan produk inovasi yang dikembangkan tersebut. Sementara evaluasi praktis berupa kegiatan pembandingan hasil ujicoba praktis dengan kriteria keberhasilan.
Menurut KBBI, ahli adalah orang yang mahir atau paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). Seseorang dikatakan sudah ahli ketika dia memang sudah mempelajari, menggeluti, mendalami, serta mempraktekkan suatu bidang tertentu dalam kurun waktu yang relatif lama sehingga benar-benar menguasai bidang itu. Ahli bahasa berarti adalah orang yang memang telah mempelajari mempelajari, menggeluti, mendalami, serta mempraktekkan ilmu kebahasaan sehingga menguasai secara detil dan mendalam ilmu itu.
Kegiatan validasi ahli harus dilakukan untuk mengukur validitas produk inovasi pembelajaran yang sedang dikembangkan. Validasi ahli merupakan kegiatan pemeriksaan produk inovasi pembelajaran oleh ahli yang relevan untuk menilai kelayakan produk tersebut. Validasi ahli terutama berupa pemeriksaan terhadap dasar teori pengembangan produk, rasionalitas rancangan produk, kesederhanaan rancangan produk, fungsi produk, serta tingkat kebermanfaatan produk.
Validasi ahli sangat penting untuk memastikan bahwa produk yang dikembangkan sudah layak secara teori. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah cacat logika pada rancangan produk yang dikembangkan. Pemeriksaan itu juga untuk memastikan bahwa cara kerja produk yang dikembangkan sesuai dengan prinsip atau cara kerja alam. Apabila produknya mengandung prosedur, validasi ahli dibutuhkan untuk memastikan bahwa urutan kerja pada prosedur itu memang sudah lengkap dan sistematis.
Validasi ahli produk inovasi pembelajaran dapat melibatkan beberapa ahli di berbagai bidang keahlian yang berbeda. Misalnya, pengembangan produk media pembelajaran berbasis TIK dapat melibatkan ahli teori belajar, ahli psikologi perkembangan anak, ahli bahasa, ahli komunikasi,serta ahli TIK. Masing-masing ahli dapat memeriksa aspek pada media pembelajaran yang sesuai dengan keahliannya. Ahli teori belajar dapat memeriksa dasar teori pengembangan media tersebut. Ahli bahasa dapat memeriksa penggunaan bahasa di dalam media tersebut. Ahli TIK tentu memeriksa teknologi yang digunakan dalam media tersebut.
Untuk memudahkan proses validasi ahli, inovator harus menyiapkan instrumen validasinya. Instrumen ini nantinya diisi oleh ahli yang memvalidasi produk sebagai dokumen bukti pemeriksaan produk tersebut. Instrumen validasi ahli paling tidak berisi kriteria-kriteria yang diperiksa, indikator setiap kriteria, pernyataan-pernyataan yang mewakili setiap indikator, kategori-kategori setiap pernyataan, serta catatan setiap pernyataan. Kriteria, indikator dan pernyataan dapat merujuk kepada kriteria penilaian produk inovasi pembelajaran yang telah diuraikan pada bab 7. Kategori menunjukkan tingkat kualitas untuk setiap pernyataan. Format instrumen validasi ahli yang mengandung komponen-komponen tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
Produk inovasi pembelajaran tidak cukup dianggap layak secara teori. Produk tersebut juga harus layak secara empiris. Artinya, produk tersebut dapat digunakan pada sasaran yang sebenarnya secara efektif dan efisien. Untuk itu produk tersebut harus diujicobakan pada sasaran inovasi yang akan memanfaatkan produk tersebut. Misalnya, produk yang digunakan untuk membelajarkan siswa sekolah dasar harus diujicobakan kepada sampel berupa guru dan siswa sekolah dasar. Begitu juga dengan produk yang ditujukan untuk pembelajaran di perguruan tinggi harus diujicobakan kepada dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi.
Kegiatan ujicoba terbatas membutuhkan instrumen pengumpul data yang sudah valid seperti yang telah dibahas secara detil pada bab 7. Instrumen tersebut dapat dipersiapkan bersamaan dengan pengembangan produk inovasi pembelajaran. Kriteria penilaian yang diukur menggunakan instrumen tersebut meliputi kesederhanaan, kemudahan penggunaan, efektivitas, fleksibilitas, dan efisiensi produk inovasi pembelajaran.
Ujicoba terbatas paling tidak meliputi dua kegiatan yaitu survey dan eksperimen. Survey dilakukan untuk mengetahui persepsi para pengguna terhadap kesederhanaan dan kemudahan penggunaan produk. Sementara eksperimen dilakukan untuk menguji efektivitas dan fleksibilitas produk. Kedua kegiatan ini disebut ujicoba terbatas karena melibatkan sampel yang terbatas, misalnya hanya dua kelompok siswa kelas empat SD yang masing-masing kelompok berjumlah tiga puluh orang. Sampel untuk survey dan eksperimen dapat berupa sampel yang sama.
Data hasil ujicoba terbatas digunakan untuk melakukan evaluasi produk. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang telah dikembangkan sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan atau belum. Apabila terdapat beberapa kriteria yang belum terpenuhi, perlu dilakukan revisi. Revisi disesuaikan dengan kriteria mana yang belum terpenuhi. Revisi dapat berupa perubahan, penggantian, penambahan, atau pengurangan komponen pada produk inovasi pembelajaran.
Pengembangan produk inovasi pembelajaran dikatakan telah selesai dan berhasil ketika produk tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam berbagai macam situasi dan sasaran yang berbeda. Untuk keperluan itu, dibutuhkan ujicoba pamungkas berupa ujicoba skala luas. Ujicoba skala luas terutama untuk mengukur fleksibilitas produk inovasi pembelajaran. Produk dikatakan memiliki fleksibilitas tinggi jika efektif digunakan di berbagai macam kondisi dan karakteristik pengguna yang berbeda. Kondisi yang berbeda dapat berupa kondisi alam seperti pegunugan, padang rumput, gurun, pesisir pantai, kepulauan, dan lain sebagainya. Kondisi yang berbeda juga dapat berupa kondisi sosial, misalnya masyarakat di kota besar, kota kecil, pedesaan, atau daerah pedalaman dan terpencil. Sementara karakteristik pengguna berkaitan dengan usia, jenjang pendidikan, atau pengalaman para tenaga pengajar dan para pembelajar.
Ujicoba skala luas sebaiknya melibatkan populasi yang lebih besar dan beragam. Dari populasi yang beragam itu, kemudian dipilih sampel-sampel yang representatif (mewakili populasi). Ujicoba kemudian dapat dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen murni (pure experiment) atau eksperimen semu (quasy experiment). Data hasil ujicoba skala luas kemudian dianalisis untuk mengetahui pada kondisi seperti apa produk inovasi pembelajaran efektif diterapkan. Semakin beragam kondisi yang berhasil, berarti semakin tinggi fleksibilitas produk tersebut. Seperti apa teknik penarikan sampel, desain penelitian eksperimen, serta teknik analisis datanya dapat dipelajari di buku-buku metodologi penelitian.
Hasil ujicoba skala luas juga dapat digunakan untuk menyempurnakan produk inovasi pembelajaran yang telah dikembangkan. Apabila hasil ujicoba skala luas menunjukkan bahwa produk inovasi pembelajaran masih memiliki kelemahan atau kekurangan tertentu, maka kelemahan dan kekurangan itu diperbaiki pada tahap finalisasi produk. Setelah disempurnakan, kegiatan pengembangan produk dapat diakhiri atau kembali dlanjutkan dengan ujicoba skala luas.
Produk inovasi pembelajaran belum akan terasa manfaatnya kalau belum diterapkan di lapangan, yaitu di kelas-kelas yang sesungguhnya. Oleh karena itu, produk inovasi pembelajaran yang telah berhasil dikembangkan dan telah teruji manfaatnya hendaknya disebarluaskan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh lebih banyak pihak terutama para tenaga pengajar dan para pembelajar di lapangan. Kegiatan penyebarluasan produk hasil pengembangan inilah yang disebut dengan diseminasi. Kegiatan diseminasi paling tidak dapat dilakukan melalui tiga saluran yaitu karya tulis ilmiah, forum ilmiah, serta kegiatan non ilmiah.
Produk pengembangan inovasi pembelajaran dapat disebarluaskan terutama melalui karya tulis ilmiah seperti jurnal ilmiah, prosiding, monograf, serta buku referensi. Pemilihan karya tulis ilmiah mana yang akan digunakan sebagai media penyebarluasan produk tersebut bergantung dengan tujuan dan ruang lingkupnya.
Proses dan hasil pengembangan produk inovasi pembelajaran dapat disebarluaskan dengan cara dituliskan menjadi artikel ilmiah yang kemudian dipublikasikan di jurnal ilmiah. Diseminasi melalui jurnal dapat dipilih kalau si pengembang ingin meyakinkan para pembaca bahwa produk yang dikembangkannya sudah melalui prosedur ilmiah yang ketat. Si pengembang juga ingin menjelaskan bahwa produk tersebut memiliki daya guna yang tinggi.
Apabila banyak aspek terkait produk pengembangan inovasi pembelajaran tidak dapat diuraikan secara detil melalui artikel ilmiah, pilihan lainnya adalah dengan cara diuraikan dalam bentuk monograf. Misalnya, seorang inovator berhasil mengembangkan media pembelajaran berupa aplikasi komputer yang bisa diakses. Sang inovator ingin menyebarluaskan semua hal tentang media pembelajaran tersebut, mulai dari bentuknya, manfaatnya, hingga cara penggunaannya. Karena publikasi menggunakan jurnal kurang mewakili semua aspek media tersebut, maka inovator dapat menggunakan bentuk publikasi berupa mongraf. Si inovator dapat menguraikan semua hal yang berkaitan dengan media pembelajaran tersebut dalam bentuk bab per bab.
Kumpulan berbagai produk inovasi pembelajaran yang telah dikembangkan dapat pula disajikan secara bersamaan dalam satu bentuk karya tulis ilmiah lain yaitu buku referensi. Buku referensi berisi pengetahuan ilmiah yang lebih luas dibandingkan dengan monograf. Isi monograf umumnya sangat sempit, misalnya berisi informasi tentang satu produk inovasi pembelajaran saja. Sementara buku referensi berisi informasi yang lebih luas di bidang tertentu. Kumpulan berbagai model pembelajaran inovatif yang telah dikembangkan dapat disajikan menjadi sebuah buku referensi. Begitu juga dengan kumpulan berbagai macam media pembelajaran interaktif dan inovatif yang telah teruji dapat disajikan menjadi sebuah buku referensi.
Diseminasi produk inovasi pembelajaran juga dapat dilakukan melalui forum-forum ilmiah seperti diskusi ilmiah, orasi ilmiah, seminar, konferensi, simposium, serta lokakarya. Forum ilmiah tersebut selain menjadi sumber inovasi pembelajaran juga dapat menjadi sarana menyebarluaskan hasil inovasi pembelajaran yang telah dilakukan.
Produk inovasi pembelajaran dapat disajikan dalam kegiatan seminar atau konferensi. Inovator pembelajaran dapat mendaftar sebagai penyaji dalam kegiatan seminar atau konferensi. Di sana inovator dapat mengenalkan produk inovasi pembelajaran yang telah dikembangkannya.
Produk inovasi pembelajaran dapat juga disebarluaskan melalui kegiatan lokakarya atau pelatihan. Seorang pengembang produk inovasi pembelajaran dapat mengenalkan produk hasil pengembangannya ke lembaga atau organisasi terkait, misalnya sekolah atau perguruan tinggi. Di pendidikan tinggi, para dosen memiliki salah satu tugas pokok yaitu pengabdian pada masyarakat (PPM). Kegiatan diseminasi produk dapat dilakukan dengan melakukan PPM berupa lokakarya di sekolah atau kampus untuk mengenalkan produk tersebut. Kegiatan PPM ini dapat dilakukan secara mandiri atau dibiayai oleh institusi.
Produk inovasi pembelajaran juga dapat disebarluaskan melalui kegiatan yang tidak bersifat ilmiah. Saluran atau kegiatan yang bukan ilmiah misalnya media massa, media sosial, pameran, perlombaan, dan lain sebagainya. Para pengembang produk inovasi pembelajaran dapat memilih salah satu atau semua saluran dan kegiatan itu untuk menyebarluaskan produk inovasi pembelajaran yang telah dikembangkan. Penggunaan saluran atau kegiatan non ilmiah ini memiliki keuntungan karena tidak dibutuhkan aturan ketat dalam penyajian informasinya seperti artikel ilmiah atau forum ilmiah. Pengenalan produk tersebut dapat dibuat dalam bentuk informasi ringkas berupa poster atau pamflet yang kemudian dipajang di media massa, media sosial, pameran, atau perlombaan.
Media massa merupakan pilihan yang sangat baik untuk menyebarluaskan produk pengembangan inovasi pembelajaran. Daya jangkau media massa yang jauh lebih luas daripada karya tulis ilmiah dapat membuat produk tersebut dikenal lebih banyak orang dari semua kalangan. Produk inovasi pembelajaran dapat dikenalkan melalui kolom koran atau acara di radio dan televisi. Tentu saja, agar para pemirsa tertarik akan produk tersebut, cara menyajikannya pun dibuat lebih fleksibel seperti penyajian iklan.
Apabila seorang pengembang inovasi pembelajaran memiliki akun media sosial, dia dapat memanfaatkan akun itu untuk menyebarluaskan produk inovasi pembelajarannya. Banyak sekali media sosial yang dapat dimanfaatkan untuk penyebarluasan produk, misalnya Facebook, Whatsapp, Instagram, Twitter, LinkedIn, Youtube, dan lain sebagainya. Si pengembang dapat membuat postingan tentang produk tersebut di akun pribadinya. Kalau si pengembang memiliki banyak teman atau pengikut (followers) di media sosial tersebut, tentu produk itu akan dilihat oleh banyak orang. Kalau kemudian si pengikut turut membagikan postingan tersebut, tentu akan semakin banyak orang yang mengetahui produk tersebut.
Produk hasil pengembangan inovasi pembelajaran juga dapat disebarluaskan dengan cara dipamerkan dalam kegiatan pameran. Pameran adalah kegiatan memajang produk-produk tertentu di suatu tempat khusus. Pameran dapat bersifat tunggal atau umum. Pameran tunggal adalah pameran... Kalau seorang inovator pengembang produk inovasi pembelajaran sangat produktif. Ia berhasil mengembangkan banyak produk inovasi pembelajaran. Dia dapat menyelenggarakan pameran tunggal hasil karyanya sendiri. Tapi kalau produk yang dihasilkan masih sedikit, produk tersebut dapat diikutkan pada pameran umum, misalnya pameran pendidikan yang diselenggarakan dinas pendidikan atau kementerian pendidikan.
Produk hasil pengembangan inovasi pembelajaran juga dapat diikutsertakan dalam perlombaan. Ini juga bentuk dari diseminasi hasil pengenbamgan. Paling tidak produk inovasi pembelajaran tersebut diketahui oleh para panitia, peserta lain. Apabila perlombaan atau kompetisi itu diliput media massa, tentu efek penyebarluasannya semakin meluas. Semakin banyak orang yang tahu dengan produk inovasi pembelajaran tersebut. Apabila tersebut mendapat penghargaan sebagai produk terbaik, tentu banyak orang yang akan lebih mengenalnya.