Jika inovasi dimaknai sebagai kegiatan pembaharuan, maka fakta bahwa manusia mampu melakukan inovasi bukan hal yang aneh dan baru. Manusia (Homo sapiens, spesies kita) telah mampu melakukan pekerjaan yang jauh lebih sulit di masa lampau yaitu menciptakan atau menemukan hal-hal baru yang belum ada sama sekali sebelumnya. Mereka membuat alat berburu yang belum ada sebelumnya dan tidak pernah bisa dibuat oleh spesies hewan lainnya. Mereka juga menemukan cara membuat api yang belum ada sebelumnya. Tentunya kegiatan memunculkan sesuatu yang belum ada menjadi ada, jauh lebih sulit dibandingkan dengan sekedar memdifikasi atau memperbaharui apa yang sudah ada.
Menelusuri kegiatan manusia (Homo sapiens) berinovasi di masa lalu bukanlah pekerjaan sulit. Mereka meninggalkan jejak-jejaknya berupa berbagai macam artefak yang dapat dipelajari hingga saat ini. Jejak-jejak tersebut mulai dari yang berukuran kecil seperti kerang laut sampai dengan berukuran sangat besar seperti piramida di Mesir. Jejak-jejak yang ditinggalkan manusia atau masyarakat di masa lampu inilah yang menjadi petunjuk para antropolog dan sejarawan mempelajari masa lalu serta merekonstruksi perkembangan peradaban manusia. Rekonstruksi sejarah merupakan salah satu cara yang tepat untuk mempelajari bagaimana manusia berinovasi dari awal kemunculannya sampai sekarang ini.
Pada awalnya, manusia purba dari berbagai spesies yang berbeda termasuk spesies Homo sapiens mengumpulkan makanan dari sisa-sisa makanan hewan buas berupa sumsum yang berada di dalam tulang-tulang sisa makanan tersebut. Entah karena apa, mereka kemudian berinovasi membuat alat berupa tombak yang terbuat dari kayu dan batu untuk berburu dan mengumpulkan makanan sendiri. Alat-alat pengumpul makanan ini juga mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu baik dalam segi bahannya maupun bentuknya. Tidak hanya itu, manusia purba juga berinovasi dalam mengolah makanan yang diperoleh dengan menggunakan api. Sebelum ditemukan api, manusia purba memakan makanan yang masih mentah. Setelah ditemukannya api, mereka mulai memakan makanan yang dimasak dengan api, terutama dengan cara dipanggang.
Cara mengumpulkan makanan berburu dan menjelajah dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu puluhan ribu tahun. Sekitar 70 ribu tahun yang lalu, tanpa diketahui dengan pasti penyebabnya, spesies Homo sapiens mulai mengalami revolusi kognitif yaitu perkembangan pikiran yang signifikan, yang diyakini tidak dialami oleh spesies manusia purba lainnya. Lalu sebagai hasilnya, sekitar tahun 10.000 SM, Homo sapiens mulai berinovasi dalam hal memperoleh makanan dengan cara menetap di suatu tempat dan mulai bercocok tanam. Ini menandai dimulainya revolusi agrikultur atau pertanian. Banyak ahli sejarah yang masih berdebat tentang faktor penyebab munculnya revolusi ini. Namun yang pasti, revolusi tersebut semakin mendorong manusia melakukan inovasi-inovasi. Inovasi yang dilakukan misalnya dalam hal pembuatan alat pengolah tanah, cara mengolah tanah, cara bercocok tanam, cara memanen, dan lain sebagainya.
Seiring bertambahnya jumlah populasi dalam suatu kelompok, manusia juga melakukan inovasi dalam hal cara pengorganisasian dan pengaturan kelompok. Ketika masih berburu dan mengumpulkan makanan, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan hanya puluhan orang. Tidak ada tantangan berarti untuk mengorganisasikan kelompok kecil seperti itu. Namun, semenjak mereka menetap dan bercocok tanam, anggota kelompok tumbuh dengan pesat sehingga membutuhkan cara tertentu dalam berinteraksi, mengatur kegiatan, serta berbagi tanggung jawab. Cara-cara mengorganisasikan kelompok ini mengalami inovasi dari waktu ke waktu hingga terbentuklah kota-kota kecil, kerajaan, bahkan kemudian imperium seperti Romawi, Persia, Abbasiyah, atau Ottoman.
Pengaturan kelompok dalam jumlah besar menjadi memungkinkan untuk dilakukan karena manusia telah menemukan dan mengembangkan bahasa khusus yang tidak dimiliki spesies lain. Bahasa manusia mengalami inovasi mulai dari bahasa isyarat dengan menggunakan anggota badan, bahasan lisan menggunakan mulut, sampai dengan bahasa tertulis yang menggunakan simbol-simbol atau huruf-huruf. Bahasa tertulis pun mengalami inovasi. Pada awalnya bahasa tertulis hanya berupa simbol-simbol yang terpisah-pisah sehingga disebut bahasa tulis parsial. Bahasa seperti ini belum bisa dijadikan media berkomunikasi, melainkan hanya sebagai media penyimpanan informasi penting seperti catatan pajak. Bahasa seperti ini pertama kali dikembangkan oleh bangsa Sumeria. Bahasa tersebut mengalami inovasi dengan munculnya bahasa tulis penuh dimana simbol-simbol yang terpisah dapat digabungkan untuk membentuk kata dan kalimat seperti yang dilakukan pertama kali oleh orang-orang Mesir Kuno melalui aksara hieroglifnya. Bahasa tulis penuh ini muncul dalam berbagai macam bentuk yang salah satunya kemudian terus berkembang hingga menjadi abjad latin seperti yang digunakan untuk menulis buku yang sedang Anda baca ini.
Sekitar 12.000 tahun setelah revolusi agrikultur, di awal abad ke-18, manusia mengubah lagi cara hidupnya. Manusia mengubah cara memproduksi barang dengan membangun industri-industri yang kemudian disebut era revolusi industri. Inovasi pada era ini terjadi jauh lebih pesat dibandingkan sebelumnya. Inovasi dilakukan di segala bidang kehidupan, terutama yang paling terasa adalah di bidang teknologi. Pada era ini bermunculan teknologi-teknologi baru yang dari waktu ke waktu mengalami pembaharuan secara terus menerus. Teknologi mesin penggerak di dunia industri pada awalnya menggunakan mesin uap, lalu berubah menjadi mesin pembakaran dalam (mesin berbahan bakar solar atau bensin), lalu berubah lagi menjadi motor listrik. Sampai saat ini, para pakar sepakat bahwa sudah empat kali terjadi revolusi industri dalam kurun waktu kurang dari 200 tahun. Saat ini kita sedang memasuki revolusi industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).
Kemampuan melakukan inovasi merupakan salah satu kekuatan terbesar spesies Homo sapiens dalam beradaptasi dengan lingkungan dan memenangkan persaingan dengan spesies lain. Banyak pakar sejarah maupun pakar biologi evolusi yang meyakini bahwa kemampuan berpikir khususnya melakukan inovasi yang dimiliki Homo sapiens telah berhasil menaklukkan batasan genetis yang tertanam di dalam DNA untuk menjalani proses evolusi jauh lebih cepat dibandingkan spesies manapun di muka bumi ini. Manusia tidak lagi bergantung dengan kode genetik di dalam DNA untuk menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan dan perubahan-perubahan lingkungan. Kemampuan melakukan inovasi cukup untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sekitar.